Lihatlah ke Bawah, Maka Kau akan Bersyukur

By | June 28, 2016

bersyukur

Pagi itu masih sama, masih diawali dengan pertengkaran yang sama. Sarapan pagiku diiringi dengan pertengkaran mereka. Sebenarnya aku sudah bosan dengan pertengkaran yang tidak ada habis-habisnya. Namun sebagai anak, aku juga tidak bisa berbuat banyak. Meminta mereka untuk berhenti bertengkar hanya akan membuat terlibat dalam pertengkaran itu juga. Sempat terpikir untuk kabur dari rumah, tapi mau kabur ke mana?! Aku tak punya tempat lagi selain rumah, karena itu aku tak punya pilihan selain mendengarkan pertengkaran yang tidak ada ujungnya itu.

Tidak hanya pertengkaran yang terus menerus yang harus aku dengarkan. Wajah yang dikatakan mirip ayah ini juga menyebabkan ibu sering melampiaskan amarahnya padaku. Hal ini membuatku semakin tertekan dan menangis disetiap malam menjelang tidurku. Keadaan keluarga yang tidak harmonis membuatku mencari perhatian di luar. Untungnya caraku mencari perhatian dari luar masih berada di jalan yang benar walau masih ada kenakalan anak kecil di dalamnya. Aku selau berusaha mendapatkan nilai terbaik di kelas supaya mendapat pujian dari guru dan teman-temanku. Dan membuat teman-teman perempuan takut padaku agar mereka mengakui keberadaanku. Namun tidak hanya terhimpit dalam pertengkaran kedua orang tua dan jadi pelampiasan kemarahan ibuku, namun kami juga terhimpit dalam kemiskinan. Membuatku harus bijak dalam menggunakan uang dan pintar melihat peluang agar mempunyai uang tambahan. Hidup dalam garis kemiskinan membuatku sangat suka menabung, itu untuk sekolahku. Walau terkadang uang tabungan itu habis tidak bersisa dipinjam ibuku untuk membeli keperluan rumah tangga. Tapi tak apa, aku bisa menabung dari awal lagi. Hal itu pun bisa mengikis kebencian ibu padaku.

Sebagai manusia yang lemah dan tidak berdaya, aku sampai pada titik jenuhku. Dengan tekanan yang terus menerus, aku menyerah dan ingin mengakhiri hidupku. Aku tidak ingin berjuang maupun hidup lagi. Kurasa tidak akan ada yang menangis atau merasa kehilangan atas kematianku. Namun sore itu membuatku lebih bersyukur ketika aku menonton sebuah acara di salah satu stasiun tv swasta. Acara tersebut menayangkan cerita motivasi kehidupan sehari-hari. Selama ini aku terlalu meratapi diri sendiri sehingga tidak bisa melihat bahwa masih banyak orang di luar sana yang hidupnya lebih sulit dariku. Walaupun masa kecilku harus kulewati sebagi pemulung dan penjual makanan kecil di sekolah dan di rumah. Namun aku masih beruntung bisa bersekolah dan makan nasi tiap harinya. Tidak seperti mereka di luar sana yang harus putus sekolah, terkadang harus makan nasi akik dan tinggal di gubuk dengan atap penuh lubang. Bahkan tidak hanya kemiskinan yang menyelimuti mereka namun juga penyakit. Akibat kelaparan dan tempat tinggal yang tidak layak membuat mereka mudah terjangkit penyakit, mulai dari busung lapar, TBC, rematik dan berbagai penyakit lainnya.

Cerita motivasi kehidupan sehari hari yang kutonton di acara tersebut membuatku sadar, bahwa hidup harus disyukuri dan diperjuangkan. Bukankah kesehatan juga sesuatu yang harus disyukuri. Dan hidup juga seperti roda yang berputar, terkadang kita di bawah dan terkadang kita di atas. Untuk itu aku memutuskan untuk bangkit dan kembali memperjuangkan mimpi-mimpiku. Hidup cuma sekali, maka jalanilah dengan sepenuh hati dan sebaik mungkin. Apabila kita merasa lelah dan ingin menyerah tengoklah ke bawah dan lihat mereka yang ada di bawah sana, maka kau akan mensyukuri apa yang kau miliki saat ini. Kita boleh sesekali melihat ke atas untuk memotivasi diri, tapi bukan untuk membuat kita lupa diri.